Perjalanan, Pengalaman, & Pemahaman Permainan Terindah

  • Niac Mitra vs Arsenal 2-0: Gara-gara Udara Panas dan Lapangan Buruk?

    Niac Mitra mengukir kenangan indah di depan ribuan penggemarnya di Stadion Gelora 10 November ketika sore kemarin agak di luar dugaan menaklukkan klub kenamaan Inggris, Arsenal, dengan kemenangan mutlak 2-0.

  • Mino Raiola, Antara Mulut Besar Donald Trump dan Keberingasan Al Capone

    Dalam rimba transfer internasional dunia, ketika akan terjadi deal antara pemain, agennya, dan wakil klub, biasanya pertemuan terjadi di restoran mahal tertutup, lobi hotel mewah bahkan di kamar tertutup. Namun khusus kepada orang yang satu ini sulit terlaksana.

  • Stan Kroenke: Kapitalis Pemuja Wenger

    Sosoknya kaku, irit bicara, pelit senyum apalagi sampai tertawa terpingkal-pingkal. Tak salah kalau pers Inggris menjulukinya the silent man atau si pendiam. Sorot matanya tajam, gerak-geriknya tanpa ekspresi, pikirannya selalu fokus tanda suka berpikir sesuatu yang menarik minat. Suasana hatinya dingin, barangkali sedingin darahnya, dan kelihatannya orang ini rada susah untuk dijadikan teman atau sahabat.

  • Angela Merkel: Wanita Terkuat di Dunia

    Kiprah nyonya besar yang satu ini tak sampai begitu. Tapi pelampiasannya unik. Satu gerakan moral Angela Dorothea Merkel, Kanselir Jerman sejak 2005, yang jadi hobi dan habit sebab sering dilakukan adalah nyelonong ke kamar ganti pemain!

  • Roger Daltrey: Semangat Highbury Highs

    Malam hari penghujung April 2006, Roger Harry Daltrey tak kuasa menahan kenangan masa lalu. Memori kejayaan bersama Pete Townshend, John Entwistle dan Keith Moon saat mengusung aliran progressive rock lewat band The Who di era 1970-an, kerap kali campur aduk dengan era keemasan The Old Double.

  • Persija, Inspirasi dari Soempah Pemoeda

    Berkat sejarahnya, dominasi Persija di blantika nasional tak pernah lekang dimakan waktu. Catatan fenomenal juga ditorehkan klub berlambang Monas sebagai satu-satunya klub dengan rekor tak pernah terkena degradasi sejak debut pada 1931.

  • Asal Muasal Tiqui-Taca, Sepak Bola Bergaya Geometri

    Medio 1980-an, ketika masih masa anak-anak, kata-kata yang kini dikenal dengan tiki-taka sebenarnya sudah sering dihebuskan para komentator Indonesia dalam beberapa acara siaran langsung Piala Dunia atau Piala Toyota di TVRI. Satu yang paling rajin menurut saya adalah Eddy Sofyan. Dia suka menyebutnya dengan ‘tik-tak’ yang berkonotasi umpan-umpan pendek, permainan tek-tok layaknya karambol atau ding dong.

Tampilkan postingan dengan label Liga Indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Liga Indonesia. Tampilkan semua postingan

Liga Indonesia 2015: Bagaimana Membuat Jadwal Kompetisi Yang Baik dan Benar?

Di Inggris, tidak akan pernah ada ceritanya Arsenal dan Tottenham, Liverpool dan Everton, atau Manchester United dan Manchester City menjadi tuan rumah di pekan yang sama. Itu adalah enam klub dari tiga kota besar di Inggris yang punya basis massa terkuat di mana gesekan pendukungnya amat sensitif dan berisiko tinggi.
Liga Indonesia: Bagaimana Membuat Jadwal Kompetisi Yang Baik dan Benar?
Semuanya telah diatur dengan rapi oleh operator liga, The Premier League. Padahal tuntutan khalayak media massa, televisi, pemasang iklan, hingga klub-klub, jadwal tersebut harus secepat mungkin supaya mereka bisa mengatur aktivitas bisnisnya ke depan. Bahkan mereka terbiasa menyusun jadwal sah sebelum hasil playoff di divisi tertentu selesai.

Harus diakui, dalam mengkompilasi finalisasi agenda pertandingan, sang operator jadwal terpaksa memakai beberapa persyaratan khusus (golden rules) antara lain: setiap klub tidak boleh main tiga kali beruntun di kandang atau tandang, setiap lima partai harus berisi tiga laga kandang dan dua laga tandang; atau bisa juga sebaliknya. Tujuannya agar pendapatan reguler klub-klub dari tiket masuk bisa dipastikan sehingga menjamin cash-flow dari sisi finansial mereka. Juga menolong lapangan dan rumput mereka supaya tidak cepat rusak, serta membantu para suporter tidak terlalu sering berpergian.

Aturan lebih spesifik lagi diberlakukan untuk laga-laga derbi. Klub macam Arsenal dan Tottenham, atau Everton dan Liverpool - di mana stadion mereka hanya berjarak sekitar 4-5 km - dan juga beberapa klub lainnya, bisa melakukan deal saling pengertian, misalnya siapa dulu yang akan menjadi tuan rumah, menyangkut dengan kepentingan lingkungan sekitar.

Liga Indonesia
Liga Indonesia: Bagaimana Membuat Jadwal Kompetisi Yang Baik dan Benar?
Belakangan di Indonesia kesadaran betapa ruwetnya bikin jadwal mulai dipahami. Pekerjaan membuat jadwal kompetisi sepak bola dapat diibaratkan mengelola restoran. Mengetahui animo para tetamu yang tak kunjung henti, telpon yang terus berdering, atau tumpukan daftar pesanan makin meninggi, maka sang koki sudah pasti akan menyuruh aneka juru masaknya untuk menyiapkan berbagai menu baru.

Jangan sampai tamu menunggu lama! Begitu pun tugas fixture-maker itu. Mereka tahu, urusan jadwal melebar ke mana-mana, berdampak dahsyat dan signifikan. Beragam kepentingan bercokol di dalamnya. bukan saja buat klub namun juga televisi, agensi pemasang iklan, pemerintah daerah, kepolisian, seluruh vendor klub, perusahaan aparel, media-media, jurnalis, pemilik klub, manajer, para pemain, penonton, sampai pedagang makanan-minuman. Pendek kata, kita semua!

Yang terjadi di Indonesia jangan ditanya lagi. Sebagai pengelola kompetisi yang tertinggi di Tanah Air, pelayanan PT Liga Indonesia masih sangat mengecewakan banyak pihak. Di musim 2014, kasus paling menonjol yang berkenaan dengan jadwal adalah penundaan laga secara tiba-tiba, bahkan yang sekelas big-match sekalipun. Masih ingat penundan Persija vs Persib gara-gara pemilihan legislatif, April 2014?

Mulai dari pemain, pelatih, wasit, sponsor, pemasang iklan, stasiun TV, sampai penonton atau pendukung klub semua dirugikan. Milyaran uang melayang percuma, dan ini tidak sekali-duakali terjadi, namun berkali-kali. Jika tidak ditunda, pergeseran jam kick-off juga bisa muncul secara tiba-tiba. Bayangkan jika jadwalnya molor, atau parahnya lagi salah hitung sat membuatnya sehingga di tengah jalan kompetisi jadi awut-awutan tidak karuan. Banyak partai tunda. Banyak pemain cedera. Banyak kerusuhan antar suporter. Persiapan timnas amburadul. 
Liga Indonesia: Bagaimana Membuat Jadwal Kompetisi Yang Baik dan Benar?
Ujung-ujungnya, ini yang parah, pengeluaran maupun pendapatan klub juga bisa kolaps. Padahal kasus ini tidak bakal terjadi apabila PT. Liga Indonesia punya persiapan prima ketika membuat jadwal liga dengan penuh perhitungan, ketelitian, kesabaran. Selain itu dalam menyusun jadwal, seseorang atau tim tidak saja butuh memahami sepak bola nasional, tapi juga kedalaman, pengetahuan serta wawasan luas sepak bola global dan regional.

AFC selalu punya kalender resmi, begitu juga FIFA. Ada waktunya laga itu jadi panggungnya AFC, misalnya Liga Champion Asia atau Piala AFC. FIFA pun telah menginstruksikan pemain tim nasional di seluruh dunia dalam waktu tertentu di tiga-empat bulan (Maret, Juni, September, November), harus kopi darat berlatih dan menggelar laganya.

Di Indonesia, variabel untuk membuat jadwal sangat kompleks. Selain hari libur nasional, yang paling spesial adalah bulan puasa (Ramadhan), serta waktu-waktu khusus di daerah semisal festival, HUT daerah, acara kesenian dan masih banyak lagi. Melihat kasus yang terjadi selama 2014, boleh jadi PTLI mengabaikan keterkaitan satu sama lainnya. Padahal melihat isi kalender di musim 2015 jauh lebih kompleks lagi.

Membuat jadwal liga tidak sembarangan karena sebisa mungkin harus berpikir komprehensif. Mau tidak mau, PTLI harus berbenah agar tidak mengecewakan banyak pihak lagi. Sukses tidaknya Liga Super Indonesia 2015, sebagai era baru kompetisi profesional di Indonesia, bisa dilihat dari kredibilitas dalam menyusun jadwal kompetisinya.

(foto: paddypower/electronicpricex.blogspot/klubpersipura.blogspot)

Share:

Mencari Pengadil Yang Adil

Di balik maraknya Liga Indonesia, ternyata masih banyak yang harus dibenahi oleh PSSI. Setelah masalah keributan pemain reda, muncullah ulah penonton. Ketika keberingasan penonton mulai diantisipasi, kini banyak yang menganggap sang pembuat ulah berikutnya adalah wasit. Benarkah? Banyak kecaman yang dilakukan oleh beberapa insan sepak bola, khususnya yang terlihat langsung di lapangan.

Mencari Pengadil Yang AdilSebagai contoh, buruknya kepemimpinan Suhartono (Surabaya), saat mewasiti laga Pelita Jaya vs Bandung Raya, melahirkan banyak pertanyaan. Suhartono dituding “diservis” dulu agar berpihak dan menguntungkan tuan rumah. “Hermansyah melakukan pelanggaran. Ia berusaha menggaet kaki Roger Milla. Bola memang terpegang olehnya, tetapi setelah Milla terjatuh,” tampik Suhartono, wasit yang dicerca di Stadion Lebak Bulus, 19 Maret lalu. Hukuman tendangan penalti bagi Bandung Raya memang dianggap kontroversial. Tetapi Suhartono tetap yakin pada pendiriannya. “Saya berdiri tak jauh dari tempat terjadinya pelanggaran,” kata pria yang menjadi wasit C-1 sejak 1991 ini dengan tenang.

Ia sudah melaporkan hal tersebut pada komisi wasit Komda PSSI Jawa Timu, Syahrir MS. “Kini segalanya saya serahkan pada PSSI,” ucap Suhartono dengan pasrah. Syahrir sendiri mempercayai laporan anak buahnya.

Suhartono tak ingat sudah berapa kali ia memimpin pertandingan Liga Indonesia. “Baru kali ini yang ramai dibicarakan,” katanya Syahrir. Baginya ancaman dan kekesalan tim yang merasa dirugikan adalah hal biasa. “Di Galadesa, ancamannya bisa lebih sadis: disantet!” kata pegawai Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Surabaya itu.

Akibat kepemimpinan wasit Suhartono itu, Bandung Raya melayangkan surat protes ke PSSI. Sebuah tendangan penalti untuk Pelita dianggap “menguntungkan” tim elite ibukota itu. Kalau tidak ada penalti, Bandung Raya memang bisa menang, sebab hasil akhir imbang 2-2.

Sementara itu, kubu Persib lain lagi. “Di Padang kami dikerjai wasit Ngadimen Asri dari Simalungun, sedang di Tangerang kami dinakali wasit John Sumanto dari Sidoarjo. Kedua tim bermain fair, tapi dirusak wasit. Ini bisa mengundang kemarahan penonton,” kritik manajer Persib, Achmad Hidayat.

Salah Pasang

Tapi, menurut mantan wasit FIFA Jaja Mujahidin, yang kini aktif di Komda PSSI Jabar, buruknya kepemimpinan wasit bisa disebabkan oleh dua hal. Pertama, keberpihakan wasit terjadi memang karena “titipan”. Kedua, si wasit memang tak menguasai teknik perwasitan secara baik. “Bisa saja. Mereka Kecolongan dengan menugasi wasit yang secara teknis sebenarnya buruk. Dalam kasus Suhartono, kita tak bisa memvonis dia disuap. Tapi, bahwa kepemimpinannya buruk, itu adalah fakta,” ucap Jaja.

Untuk itu, Jaja menghimbau agar Komisi Perwasitan PSSI memilih sedikit wasit yang bermutu ketimbang banyak wasit yang diterjunkan tapi kualitasnya diragukan. Mengenai usul Soeparjo, tentang biaya perjalanan wasit yang diambil dari PSSI, ia juga setuju. “Bisa juga itu dipakai. Paling tidak itu akan meringankan beban wasit. Tapi, pihak tuan rumah juga harus mengimbangi maksud baik itu,” tutur Jaja.

Yang pasti, kepemimpinan wasit yang pada umumnya lebih miring membela tuan rumah telah menyulut pemikiran baru. Kalau selama ini biaya akomodasi, transportasi, serta honor untuk wasit ditanggung tuan rumah, maka PSSI lewat Sekretaris Umum Soeparjo Pontjowinoto mengusulkan agar biaya itu ditanggung oleh PSSI.

“Ini cuma soal mekanisme pembayaran. Tuan rumah tetap membiayai wasit, namun mereka akan menyerahkan kepada PSSI. Para wasitlah yang akan mengambilnya ke PSSI. Ini akan coba diterapkan pada putaran kedua,” papar Soeparjo.

Terhadap usulan ini, Achmad Hidayat menyatakan setuju. Tapi seorang wasit kelas C1 dari Balikpapan yang tak bersedia disebutkan namanya melihat sisi lain yang perlu dimiliki wasit. “Selama ini persyaratan untuk menjadi wasit yang dipegang oleh PSSI terdiri dari faktor usia, pendidikan, dan fisik. Harusnya ditambah satu lagi, yakni keimanannya,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua Komisi Perwasitan PSSI, Jafar Umar, jauh-jauh hari sudah mengambil ancang-ancang untuk menindak wasit yang bermain kotor. “Tak banyak omong, saya langsung non-aktifkan siapapun orangnya,” seru Jafar. Menurutnya honor sebesar Rp 350.000 ditambah transportasi dan akomodasi selama empat hari sudah lebih dari cukup bagi seorang wasit.

Namun dia juga tidak bisa mencegah lagi jika pihak yang ingin main curang lebih aktif mempengaruhi si wasit. “Selain laporan dari IP (inspektur pertandingan), kami juga bergantung dari mental mereka. Lebih dari itu, kami angkat tangan,” tambahnya. Angkat tangan artinya menyerah. Bukan begitu? Jangan, ah!

Apa Kata Mereka


Andi Lala (Pelatih Persiraja Banda Aceh)

“Saya sudah bosan berbicara soal wasit. Untuk itulah saya enggan protes. Nggak akan digubris. Percuma! Dan harus disadari wasit itu akan selalu menguntungkan tuan rumah. Celakanya, kesempatan ini digunakannya sewenang-wenang. Berbicara soal wasit memang lebih enak sama wartawan daripada dengan IP. Coba lihat waktu Khairul Agil cuma memberikan kartu kuning pada kiper Persib saat menghalau bola dengan tangan meski di luar kotak penalti. Itu 'kan harusnya tetap kartu merah soalnya gawang Persib waktu itu sudah kosong.”

Iswadi Idris (Pelatih Mataram Putra)

“Kalau PSSI masih memakai wasit yang begini-begini saja, sampai botak pun sepak bola kita nggak bakalan maju. Mungkin kalau pemain dan penonton ngaco lebih mudah diatasi. Tapi kalau wasit? Bakalan ancur sepak bola kita. Coba lihat saja dengan seenaknya Komisi Perwasitan bikin aturan. Masak ofisial nggak boleh memprotes? Memangnya protes itu sesuatu yang haram di negeri ini? Banyak pertandingan jadi kasar dan penonton ngamuk akibat Keputusan mereka yang kontroversial. Menurut saya, Komisi Perwasitan itu sombong, tidak mau mendengarkan masukan dari luar.”

Syamsuddin Umar (Pelatih PSM Ujung Pandang)

“Wasit memang mempunyai keputusan mutlak di lapangan. Tapi hal itu harus didukung oleh ketegasan. Kebanyakan wasit kita justru tidak mempunyai itu. Melihat banyaknya penonton tuan rumah, mereka langsung ciut untuk mengambil keputusan. Apa artinya kita disuruh fair play, kalau wasitnya begitu? Mereka harus berani lagi menerapkan aturan yang ada. Tak pandang bulu, mau tuan rumah atau tamu, kalau salah harus dihukum. Kami yang selalu tampil dengan ciri permainan keras memang sering dirugikan oleh keputusan wasit.”

Ir.Vigit Waluyo (Manajer Gelora Dewata)

“Sebenarnya ada juga wasit kita yang bagus. Namun dia kan tidak mampu bekerja sendirian di lapangan, makanya dia punya pembantu yakni hakim garis. Nah, mereka ini juga berperan besar bagi keabsahan keputusan wasit bahkan secara tak disadari reputasi mereka banyak ditentukan oleh hakim garis. Banyak wasit yang jatuh namanya karena peran hakim garis tidak maksimal. Memangnya peran mereka hanya mengawasi bola keluar saja? PSSI perlu juga memikirkan dan mengkaji hal ini.”

Wibisono (Pelatih PSMS Medan)

“Tak bisa dipungkiri bahwa wasit selalu memihak tuan rumah. Betul itu. Tapi jangan keterlaluan dong. Sampai-sampai kemenangan kami pernah dirampok. Masak hakim garis sudah mengangkat bendera tanda bola keluar, eh, wasit tetap saja tak bereaksi. Saya menganggap hal ini sudah melewati batas. Itu yang dilakukan wasit Ajar Supriyono ketika kami bertanding melawan Persiku di Kudus. Terlepas dia ‘diservis’ atau tidak oleh tuan rumah, yang pasti kepemimpinan wasit seperti ini sangat kelewatan.”

(foto: Tjandra)

Share:

Kenapa Dua Wasit Diskors?

Kompetisi Liga Indonesia belum genap sebulan bergulir. Tapi dari 53 wasit yang memimpin pertandingan, dua di antaranya telah dinon-aktifkan. Siapa mereka? "Mohon maaf, saya tak bisa menyebut namanya. Ini sudah komitmen," tegas Jafar Umar, Ketua Komisi Wasit PSSI.
Kenapa Dua Wasit Diskors?
Jafar Umar.
Pastinya kedua orang itu akan diskors sementara hingga pertandingan istirahat sebulan penuh di bulan Ramadhan tahun depan. Setelah Idul Fitri. dengan berbagai pertimbangan, kedua wasit itu diizinkan kembali bertugas. Jafar mengaku mengambil inisiatif langsung untuk memutuskan hal itu, karena ia tidak percaya begitu saja kepada Inspektur Pertandingan (IP).

Memang menurutnya kedua wasit itu memimpin di bawah standar yang diharapkan. Kebetulan lagi, saat kedua wasit itu menjalankan tugasnya, Jafar menonton pertandingan tersebut. "Ya, penilaian IP 'kan berbeda dengan saya," ujarnya. Karena punya wewenang penuh untuk mengambil keputusan terhadap anak buahnya itulah Jafar menghukum mereka.

Kalau ada lagi wasit yang terbukti memimpin dalam kategori buruk, bukan mustahil Jafar akan menjatuhkan tindakan serupa. "Bisa lebih berat kalau memang kesalahannya lebih fatal. Malah sampai partai final wasit yang bersangkutan mungkin tak akan saya tugaskan lagi," tuturnya.

Mantan Pemain

Untuk menjadi wasit yang baik, pengalaman mutlak diperlukan. Begitu kata Jafar Umar. "Apalagi untuk menjadi wasit FIFA," tambahnya. Salah satu jalan ke arah itu adalah wasit yang mantan pemain. Sekarang ini yang aktif bertugas terdapat sembilan orang kepercayaan FIFA.

Mereka adalah Ngadiman Asri asal Simalungun, Sumatera Utara, I Made Sudra (Bali), Widiyanto Nugroho (Semarang), dan Zulkifli Chaniago (Bengkulu) untuk wasit. Sedangkan Zainudin A (Aceh), Miskamto (Jakarta), Hajar Supriyono (Yogyakarta), Yan Karyoso (Tulungagung), dan Abdul Razak Umar (Palu) bertindak sebagai penjaga garis.

Para penjaga garis itu tak diizinkan menjadi wasit dalam pertandingan yang diakui FIFA. "Tapi untuk Liga Indonesia mereka tentu saya tugaskan memimpin pertandingan," ungkap Jafar lagi. Bagaimana pun harapan Jafar agar mantan pemain beralih status menjadi wasit tetap besar. Namun ia maklum kalau mereka akhirnya menjadi pelatih. "Gaji pula yang menentukan," ujarnya.

Isu Suap

Isu lain yang sebenarnya tidak diyakini Jafar terjadi pada para wasit adalah soal suap. Menurutnya, adalah bodoh kalau mereka mau menerima segepok uang hanya untuk kepentingan pihak tertentu. Gaji mereka sekarang sudah jauh lebih besar dibandingkan, katakanlah 10 tahun lalu.

"Sekali memimpin, mereka dibayar Rp 350 ribu ditambah bonus Rp 200 ribu dari sponsor," tutur Jafar. Bandingkan dengan yang pernah diterima Jafar kala memimpin final Divisi Utama PSMS vs Persib tahun 1985. Berapa? Hanya 10 ribu rupiah!

Sampai sekarang, Jafar belum melihat anak buahnya terlibat suap. Dengan bayaran sekian dan sama jumlahnya bagi semua wasit, apalagi kalau mereka memimpin dua sampai tiga kali dalam sebulan, gaji korps pengadil ini bisa lebih besar dibandingkan pemain lokal. “Makanya sangat tidak masuk akal jika mereka mau menerima uang haram itu,” kata mantan wasit yang mengaku paling sering memimpin partai final baik Galatama, Perserikatan, atau PON itu.

(foto: zaenal effendi)

Share:

Persaingan Pelita Jaya dan Semen Padang: Nasrul Koto Bikin Panas

Nasrul Koto tak cuma beraksi. Ia juga memperpanjang napas Semen Padang dengan menahan langkah favorit juara Pelita Jaya, sekaligus makin memanaskan persaingan di grup Barat. Sebuah sundulannya pada menit ke-74, yang tajam sekali pada Kamis malam pekan lalu, telah membobol gawang Listiyanto Rahardjo. 

Sontak saja kejadian itu membuat hampir 13 ribu partisan Semen Padang berjingkrak-jingkrak di Stadion Agus Salim. Gol Nasrul itu, kini, menjadikan teka-teki siapa perebut dua tiket jatah grup Barat ke putaran final kompetisi Galatama musim XIII, masih belum terjawab juga. Siapakah satu di antara tiga tim yang terus memelihara peluangnya ini? Pelita Jaya, Medan Jaya atau Semen Padang, yang akan tersingkir dari persaingan? 

Jawabannya baru muncul pekan depan, ketika putaran keempat kompetisi memainkan partai-partai terakhir. Pelita kini mengemas 41 angka, minimal harus memetik tiga angka dari dua sisa pertandingannya: vs Warna Agung (19/6), dan dijamu Bandung Raya (26/6), untuk memantapkan langkah. 

"Saya tak mau bicara banyak. Tugas saya kini bagaimana membawa anak-anak lolos ke putaran final. Saya tidak ingin ada tragedi, misalnya Pelita yang terus memimpin dalam tiga putaran awal, tiba-tiba harus terjegal pada detik-detik terakhir," ujar Andrie Amin, manajer Pelita Jaya. 

Semen Padang lebih berat. Tiga partai tandangnya di Jateng, melawan BPD Jateng (19/6), Mataram Putra (23/6), dan Arseto (26/6), harus dimenangkan semuanya. Beda dengan Medan Jaya, yang cukup meraih tiga angka minimal dari tiga sisa partai dalam tur Jateng mereka. 


(foto: syaiful bahri)
Share:

Kodak Galatama 1994: Pelita dan Ansyari Makin Mendekati Puncak

Kompetisi Galatama musim ke-13 makin dekat ke puncak. Kendaraan untuk ke sana pun telah tersedia. Tapi, siapa pemilik empat tiket menuju puncak kompetisi, yaitu putaran final yang dipentaskan pada 2-8 Juli mendatang di Semarang dan Solo?

Teka-teki tersebut minggu-minggu ini tampaknya akan segera terjawab. Lebih sempit lagi, empat tiket itu, dua untuk wakil grup Barat dan dua buat grup Timur, tinggal direbutkan tujuh klub saja lagi. Dari grup Barat, tiga klub sudah tidak bisa dibantah lagi tempatnya dalam nominasi. 

Selain Pelita Jaya, yang belakangan agak keteter, ada juga Medan Jaya yang tak terkalahkan dalam sepuluh pertandingan terakhir, serta tim urang awak Semen Padang. Di grup Timur. muncul empat tim yang terus memelihara peluang mereka untuk lolos ke putaran final.


Kodak Galatama 1994: Pelita dan Ansyari Makin Mendekati Puncak
Ansyari Lubis.
Ada Pupuk Kaltim Bontang, Barito Putra, Gelora Dewata, serta Assyabaab Salim Group. Siapa yang akan tersingkir dari percaturan? Dan lebih tajam lagi,siapa yang berpeluang merebut sederetan penghargaan ini: Piala Wapres, status simbol tertinggi untuk sang juara, hadiah uang tunai Rp 150 juta buat juara, Rp 75 juta untuk runner-up, Rp 50 juta buat pemain terbaik, serta sepatu emas untuk top-skorer? 

Grup Barat 

Dibanding dengan grup Timur, persaingan di grup Barat kelihatannya tidak begitu ketat. Pelita Jaya yang dimanajeri Andrie Amin, walaupun anjlok dalam empat partai terakhir mereka di putaran keempat kompetisi musim ke-13 ini, namun masih tetap favorit merebut satu dari dua tiket grup Barat ke putaran final. 

Dengan nilai 41 yang direbut dari 29 partai, terakhir Ahad lalu, Bonggo Pribadi dan kawan-kawan cukup membutuhkan minimal dua angka saja untuk lolos. Dan, tampaknya, ini bukan pekerjaan berat buat Pelita Jaya. Dua angka minimal tersebut kemungkinan besar bisa direbut dari tiga sisa pertandingan mereka. 

Kamis kemarin Pelita memang terlibat dalam partai ketat melawan Semen Padang, tapi dua partai terakhir mereka jumpa tim lemah: menjadi tuan rumah untuk Warna Agung (19/6), dan mendatangi Bandung Raya (26/6). Satu tim lagi? 

Medan Jaya, yang terus berjaya dan menapak papan atas sejak ditukangi pelatih bertangan dingin Surianto Herman, bisa disebut calon kuat pendamping Pelita Jaya. Satu tim lagi? Medan Jaya, yang terus berjaya dan menapak papan atas sejak ditukangi pelatih bertangan dingin Surianto Herman, bisa disebut calon kuat pendamping Pelita Jaya. 

Dengan angka 37 dari 27 kali penampilan, Suharto cs tinggal mencari minimal enam angka dari lima sisa laga mereka, dua di antaranya di kandang sendiri, melawan tim lemah Warna Agung dan Bandung Raya. Perjalanan Medan Jaya akan menjadi lebih mudah bila Semen Padang, yang sudah meraih 35 angka dari 28 kali tampil, sekali tersandung dari tiga partai sisa. 

Grup Timur 

Dari grup Timur, Fachry Husaini dkk dari Pupuk Kaltim punya peluang lebih terbuka dan lebih baik dibanding Assyabaab SG, Barito Putra, dan juara Piala Galatama VII, Gelora Dewata. Apalagi empat duel terakhir mereka bakal digelar di kandang sendiri, di Stadion Mulawarman Bontang. 

Pupuk Kaltim sendiri sudah mengemas 27 angka dari 24 kali tampil. Bagi Assyabaab, peluang mereka sedikit berat. Meski kini memimpin klasemen sementara di grup Timur dengan 31 angka, tapi mereka cuma menyisakan satu laga lagi, saat menjamu tetangganya, Petrokimia Putra pada 26 Juni nanti. 

Justru Barito Putra dan Gelora Dewata Denpasar yang akan terlibat dalam perang besar memenangkan persaingan ke putaran final. Barito, katakanlah, bisa memetik empat angka maksimal ketika menerima Arema Malang dan Mitra Surabaya di kandang sendiri. 

Namun, sebuah partai hidup-mati menanti mereka, saat Gelora Dewata dijamu di depan publik sendiri, Stadion 17 Mei, Banjarmasin. Kursi pencetak gol terbanyak pun ramai dibicarakan. Ansyari Lubis, anak Tebing Tinggi yang melambung sejak dibeli Pelita Jaya, kini sudah mengoleksi 18 gol. 

Ia ditempel ketat pemain Semen Padang yang sedang meroket dengan 17 gol, Masril Mahmud. Siapa yang unggul? Perjalanan kompetisi Galatama, yang akan berakhir lewat grand final pada 8 Juli di Solo, akan menuntaskannya. 

KLASEMEN SEMENTARA (Putaran 4)
GRUP BARAT
1. Pelita Jaya     29 16 9  4  (45-20) 41
2. Medan Jaya      27 14 9  4  (28-14) 37
3. Semen Padang    28 14 7  7  (44-20) 35
4. Arseto          28 13 6  9  (37-30) 32
5. Mataram Putra   27 9  8  10 (20-29) 26
6. BPD Jateng      28 8  9  11 (32-38) 25
7. Aceh Putra      28 5  14 9  (24-28) 24
8. Bandung Raya    29 5  10 14 (21-31) 20
9. Warna Agung     28 4  4  20 (16-56) 12   
GRUP TIMUR
1. Assyabaab        27 9 13 5  (29-23) 31
2. Pupuk Kaltim     24 9 10 5  (25-18) 28
3. Gelora Dewata    24 8 11 5  (23-18) 27
4. Barito Putra     25 8 10 7  (22-28) 26
5. Mitra Surabaya   24 6 11 7  (31-30) 23
6. Petrokimia Putra 26 6 11 9  (26-29) 23
7. Arema Malang     24 5 13 6  (17-21) 23
8. Putra Samarinda  24 5 7  12 (26-31) 17
PENCETAK GOL 
18 - Ansyari Lubis (Pelita Jaya). 
17 - Masril Mahmud (Semen Padang). 
14 - Buyung Ismu (Pelita Jaya). 
13 - Peri Sandria (Putra Samarinda). 
11 - Putut Wijanarko (Assyabaab SGS). 
10 - Widiantoro (BPD Jateng), Hengky Siegers (BPD Jateng 

HASIL 
Grup Barat
26/5: Aceh Putra vs Pelita Jaya 0-0, Semen Padang vs Bandung Raya 2-0, BPD Jateng vs Arseto 0-2.
29/5: Aceh Putra vs Bandung Raya 1-1, Medan Jaya vs Pelita Jaya 2-0, Semen Padang vs Warna Agung 3-0 Mataram Putra vs BPD Jateng 1-0.
Grup Timur
26/5: Assyabaab SGS vs Pupuk Kaltim 3-0, Petrokimia Putra vs Barito Putra 0-1.
29/5: Assyabaab SGS vs Barito Putra 1-0, Petrokimia Putra vs Pupuh Kaltim 0-0, Arema vs Gelora Dewata 0-0.


JADWAL 
Grup Barat
5/6: Medan Jaya vs Warna Agung.
Grup Timur
9/6: Pupuk Kaltim vs Putra Samarinda.



(foto: Stefan Sihombing)






Share:

Artikel Populer

Maurizio Sarri: Tantangan Baru Si Mantan Bankir

Buat tifosi Napoli yang militan dan fanatik, begitu melihat jagoannya cuma meraup dua poin dari tiga laga jelas bikin dongkol selain gundah...

Arsip

Intermeso

Wawancara

Arsip

Artikel Terkini